Bagi anda yang tidak tahu atau belum mengetahui apa itu macapat jawa,
saya akan memberitahukan bahwa macapat jawa adalah puisi dalam sastra
jawa yang dinyanyikan sehingga berbentuk tembang.
Selain macapat jawa, kita juga mengenal macapat dengan nama yang lain yang ditemukan dalam kebudayaan Sunda, Bali, Sasak dan Madura.
Beberapa contoh karya sastra Jawa yang dapat dikategorikan sebagai tembang macapat adalah Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, serta Serat Kalatidha.
Isi macapat ini lebih banyak berkisah tentang isi lingkungan keraton (baca: kekuasaan) serta hubungan manusia dengan sang pencipta.
Kenapa disebut macapat?
Menurut pujangga Jawa legendaris Ranggawarsita dalam kitab/serat Mardawalagu, macapat adalah singkatan dari ucapan maca dan pat yaitu melagukan nada ke-4 atau maca papat-papat atau membaca empat-empat atau dengan kata lain adalah cara membaca dengan menjalin empat suku kata.
Menurut pujangga Jawa legendaris Ranggawarsita dalam kitab/serat Mardawalagu, macapat adalah singkatan dari ucapan maca dan pat yaitu melagukan nada ke-4 atau maca papat-papat atau membaca empat-empat atau dengan kata lain adalah cara membaca dengan menjalin empat suku kata.
Tembang macapat jawa atau puisi tradisional jawa ini umumnya dibagi menjadi 3 bagian, yaitu tembang gedhe, tembang tengahan dan tembang cilik.
Jika tembang gedhe diadopsi dari kakawin atau tembang jawa kuno, tembang macapat jawa dapat dikategorikan sebagai tembang cilik dan tembang tengahan.
Bahasa apa yang digunakan untuk
tembang macapat jawa?
Tembang macapat jawa dengan cepat membumi dan diterima oleh masyarakat jawa karena menggunakan bahasa Jawa, berbeda dengan kakawin yang menggunakan bahasa sansekerta yang tidak dimengerti oleh masyarakat jawa. Dalam tembang macapat jawa ini, perbedaan suku kata pendek dan panjang dapat diabaikan, berbeda dengan bahasa sansekerta yang terlalu menjelimet.
Tembang macapat jawa dengan cepat membumi dan diterima oleh masyarakat jawa karena menggunakan bahasa Jawa, berbeda dengan kakawin yang menggunakan bahasa sansekerta yang tidak dimengerti oleh masyarakat jawa. Dalam tembang macapat jawa ini, perbedaan suku kata pendek dan panjang dapat diabaikan, berbeda dengan bahasa sansekerta yang terlalu menjelimet.
Penggunaannya sebagai puisi tradisional jawa pada masa Mataram Islam, juga mengabaikan panjang-pendeknya suku kata dan merujuk kepada kidung sebagai bahasa Jawa tengahan.
Sejarah macapat Jawa
Tembang macapat jawa ini diduga muncul pada akhir periode Majapahit atau mulainya pengaruh kerajaan Islam Demak sekitar abad ke-16 Masehi atau sekitar tahun 1500-an. Tetapi di Jawa Timur dan Bali, telah muncul kidung Ranggalawe yang ditulis tahun 1334 Masehi atau lebih tua hampir 150 tahun.
Tembang macapat jawa ini diduga muncul pada akhir periode Majapahit atau mulainya pengaruh kerajaan Islam Demak sekitar abad ke-16 Masehi atau sekitar tahun 1500-an. Tetapi di Jawa Timur dan Bali, telah muncul kidung Ranggalawe yang ditulis tahun 1334 Masehi atau lebih tua hampir 150 tahun.
Usia macapat jawa jika dibandingkan dengan kakawin, ada yang mengatakan bahwa macapat jawa ini merupakan turunan langsung kakawin dengan tembang gedhe sebagai awalnya tetapi beberapa pihak menyangkal dan berpendapat jika tembang jawa ini malah lebih tua usianya dibanding kakawin sehingga macapat dianggap muncul setelah pengaruh India memudar karena pengaruh islam di tanah jawa.
Setelah wafatnya Ranggawarsita, isi sastra jawa tidak lagi membicarakan suasana keraton tetapi mendendangkan kehidupan masyarakat awam dengan segala problemanya.
Setelah pemerintahan Belanda membentuk Komisi Bacaan Rakyat atau Commissie Voor de Volksleetuur yang kemudian berubah menjadi Balai Pustaka sampai akhir perang dunia ke-2, sastra jawa yang berlaku adalah sastra jawa modern hingga sekarang.
sumber : http://macapatjawa.blogspot.com/2012/05/penulisan-lirik-macapat-jawa.html#!/2012/05/penulisan-lirik-macapat-jawa.html